Kraca...Menu Khas Ngapak tapi asal dari Demak????


Bingung? mari saya terangkan. Setiap pagi, dalam bulan Ramadhan ini, ada yang berubah dalam jadual harian saya. Lebih santai di pagi hari, karena warung buka pukul 16.00 wib. Perubahan jadual ini, menyebabkan pemandangan di Pasar Manis, Purwokerto-pun berubah. Lebih rame dari hari-hari biasa.

Di depan pasar, akan banyak dijumpai pedagang musiman saat ramadhan. Berderet mereka di depan tembok pasar. Kalau saya tidak salah hitung, ada sekitar 10 orang yang menjualnya. Dan hebatnya, setiap pagi, penuh dengan pembeli. Bila anda ingin memasak sendiri dan berburu kraca, jangan lebih dari jam 7. Karena kraca yang akan anda peroleh sudah sortiran banyak orang.

Apa sih kraca? Anda bisa googling untuk mengetahuinya. Banyak sekali yang sudah mengangkat tentang kraca di media ini. Tapi dengan senang hati saya juga hendak menambahkannya.

Beberapa hari lalu, saya sudah mengunggah gambar kraca. Reaksinya? hehehe...macam-macam. Ada yang bilang ini sih tutut keong!..memang betul. Itu hanya masalah bahasa, di Jawa barat, kraca dikenal sebagai tutut keong. Tapi kalo orang purwokerto, begitu denger kraca, reaksinya langsung....pinginnnn!!!. Lucu ya? Ya itulah seninya di Indonesia. Jadi ingat sebuah iklan, "ini teh susu!", But, i love indonesia much.

Keong ini biasanya hidup di sawah. Gastropoda ini biasanya lebih menyukai habitat yang berair. Perairan dangkal dengan aliran air yang tidak deras. Dan satu lagi yang menarik, biasanya keong ini hidup pada perairan yang jernih dan bersih. Artinya ada 2 menurut saya, 1. Bellamna javanica (keong jawa/sawah)ini dapat digunakan sebagai indikator biologi, 2. tidak perlu khawatir jorok pada saat anda menyantap kuliner ini.

Kraca merupakan santapan dengan kandungan gizi yang sangat tinggi terutama protein. Dan kalau semacam itu, pasti bagus untuk pemulihan kondisi tubuh.

Tapi menurut saya, ada yang lucu, ketika saya membeli kraca mentah di pasar manis. Ketika saya tanya penjualnya, kraca ini dari mana?, dia menjawab dari Daerah Demak. Terus terang, saya kaget. Agak terperanjat maksudnya. Ketika saya kecil, sering sekali saya dan teman-teman sepermainan saya, mencari keong ini dipersawahan sepulang sekolah. Sekarang tidak ada lagi?

"Sampun jarang mba wonten purwokerto, cobi mba'e prentah tiang, ngge madosi teng daerah beji, bayar 50 mawon nek wonten?" Kata si Bapak sambil nyengir sadis. Gludak...sebegitu parahkan?. Kata Bapak itu selanjutnya, satu orang pedagang, saat Ramadhan biasa meng"ekspor" keong dari Demak sekitar 2 ton/3 hari. Bisa anda bayangkan? Kalo saya melihatnya ini peluang bisnis ya? hehe. Bagaimana kalo diternakan saja? tapi lagi-lagi...makanan buatan terkadang menyebabkan citarasa bahan menjadi rusak

Kraca...ini merupakan nama sayur dan nama hewan. Jadi bila anda di Purwokerto, anda menyebut kraca, itu ya nama sayur. Kraca matang. Bila ada tertarik, saya ingin menyertakan resep membuat kraca khas Purwokerto. Dijamin, bebas kolesterol, segar, kaya gizi, dan menghangatkan. Saya malah berfikir, dari tanggapan teman-teman FB..kenapa tidak membuat kraca di ibukota ya? Ada yang berminat?

Resep
Bahan :
1. 1 kg kraca
2. 3 batang sereh/kamijara
3. 1 ruas jari jahe
4. 0,5 ons cabe rawit merah
5. 1 batang laos
6. sedikit kunyit
7. 2 liter air
8. 5 siung bawang putih
9. 10-15 siung bawang merah
10. gula dan garam secukupnya(yang ini harus pas karena air kaldu akan dinikmati)

Cara membuat:
1. Cabe rawit, bawang, dan kunyit haluskan. Tumis semua bumbu daun (sereh, daun salam dan laos) Untuk cabe, hanya perlu kasar saja, ini berfungsi juga sebagai garnis pada saat penyejian.
2. Tumis bumbu tersebut hingga harum. Masukan air tunggu hingga mendidih.
3. Masukan kraca
4. Masukkan gula dan garam.

Catatan : membuat kraca, kelezatan terakhir adalah air kaldunya. Karena itu, banyak orang yang tidak percaya diri membuat masakan ini. Tapi saya yakin....You can do it!!!..Selamat menikmati Ramadhan dengan kraca.

0 komentar: