Angel in Our live….(Part 2)


Tahun 2004 adalah tahun terberat bagi kehidupan kami sekeluarga. Dan kalo saya pikir, bukan saya, Ninik, Atut atau Frida yang mengalami pukulan paling berat pada tahun ini, Tapi adalah Sasa. Sasa saat itu baru berusia 4 tahun.
Saya masih ingat bulan Januari hingga Maret, mungkin adalah saat paling bahagia buat kami sekeluarga. Pernikahan adik saya, mengawali kebahagiaan kami. Dari periode waktu ini, kami, sering kali pergi bersama . Dan anehnya saat itu benar-benar kami manfaatkan pergi bersama dengan Bapak ibu kami, terkadang hanya kami bertiga, Sa, saya dan Bapak. Kami menikmati waktu itu, walaupun hanya muter kota atau hanya beli jahe susu Natam kesukaan Bapak.

Ketika Sasa berulang tahun ke-4, saat itu ibu dan Bapak saya sudah terbaring dalam sakitnya. Dalam 1 rumah sakit yang sama dengan kamar yang berhadap-hadapan. Saat itu saya masih ingat, sasa selalu datang dengan wajah yang sangat ceria, ada saja tingkahnya, salah satu kesukaannya saat itu adalah membuat kumis persis kucing di atas bibirnya dengan spidol. Tingkahnya itu membuat Bapak, Ibu dan suster-suster di rumah sakit itu tertawa. Saat ulang tahunnya, Bapak meminta wawa, untuk membuatkan nasi kuning dan minta dibagikan di rumah sakit untuk suster-suster. Kami membawakan kue kecil dank arena Bapak dan Ibu tidak bisa Jalan ke kamar masing-masing untuk berkumpul, maka kami membawakan kue ke kamar mereka secara bergantian. Orang-orang yang memandang kami saat itu mungkin miris melihatnya, tapi untuk Sa di usia segitu, yang ada adalah keceriaan, kebahagiaan. Kami kakak-kakaknya berusaha semampu kami untuk menutupi kebingungan kami, kekhawatiran kami pada sa.

Saat kelam dalam kehidupan keluarga kami akhirnya kami alami pada periode Juni-November 2004. Mungkin juga masa yang bisa membuat seorang Sasa dari seorang periang menjadi seorang pendiam, pemalu dan pemendam rasa. Saat itu, dirumah kami ada 3 orang yang kami rawat, Ibu kami dengan kanker pancreas dalam stadium 4, Bapak dengan Diabetes dan gangrene di kakinya, dan Eyang yang harus tidur di tempat tidurnya karena terjatuh dan sempat mengalami halusinasi dalam waktu yang cukup lama. Saat itu kami tidak pernah sadar, apa yang akan terjadi pada Sasa, karena perhatian kami, terus terang saat itu adalah orang tua kami. Tapi kami tidak sadar bahwa ada computer hidup di sekeliling kami. Sasa, anak kecil dengan pikiran yang masih sangat tajam merekam segala sesuatu. Kesakitan ibu, kesakitan Bapak, kesakitan eyang dan kekhawatiran kami kakak-kakaknya mungkin direkam semua oleh Sa. Dan salah kami, kami tidak terpikir saat itu, akibatnya bagi Sasa.

Saat sakitpun, bapak dan Ibu masih berpikir, mereka harus menyelamatkan sasa dari keadaan ini. Saat ibu meninggal tepat pada hari Ulang Tahun Ibu tanggal 19 Juli 2004, ulang tahun ke 44 tahun, saya Tanya sesuatu ke Sa, “Sa tahu ibu kemana?” Sa saat itu menjawab pada saya, “Ibu Sa sudah meninggal, meninggal itu pulang ke rumahnya Allah”. Saya diam dan menangis mendengarnya, oh adik saya sudah tahu, itu yang saya pikirkan saat itu. Beberapa hari setelah ibu meninggalkan kami, Bapak meminta Ninik adik saya untuk membawanya bersamanya ke Makasar. Saat itu, yang dipikirkan Bapak adalah menjaga Sasa agar dia tidak kehilangan kasih sayang dan tidak terus berada dalam keadaan yang bisa membuat Sa sakit lebih dalam.
Setelah tinggal di Makasar, bukanlah akhir dari cerita kami, yang terjadi adalah Bapak kami seakan semakin kehilangan separuh hidupnya, setelah ditinggalkan ibu. Tapi lebih lagi karena tidak ada Sa di rumah kami, tidak ada suara centilnya dirumah kami, tidak ada rajukannya, tidak ada celoteh cerdasnya yang menjadi kebangaan Bapak saat itu. Hingga membuat kondisi kesehatan Bapak kami semakin menurun, hingga Bapak harus dirawat di Rumah sakit kembali. Saat Bapak kehilangan sebagian memorinya, hanya ada 2 nama yang dia ingat. Ibu dan Sasa. Lihat Sa, betapa Sa sangat berarti bagi kami….

Akhirnya Allah memanggil Bapak kami, Imam kami dan Pahlawan kami tepat pada tanggal 10 November 2004, 3 hari sebelum lebaran. Malam sebelum meninggal dirumah hanya ada frida, atut, eyang dan wawa. Malam itu, bapak ngobrol dengan frida dan bilang, ” Sa kapan pulang ya da, bawa markisa kan ya…” Itu terus yang Bapak ingat, hingga malaikat menjemputnya pada pukul 3 dini hari. Saat itu, Ninik kami kabari pada pagi hari dan sa waktu itu menurut ninik hanya berkomentar, “Bapak meninggal ya mba? Kaya ibu?” . Tidak ada tangisan dan tidak ada rengekan.

Karena tidak mendapat tiket pesawat, adik saya menumpang kapal laut. DiKapal, baru ninik jelaskan pada sa..kalo Bapak meninggal. Saat itu yang dilakukan adik saya adalah duduk dipojok kamar dan menangis. Kalo tidak salah, sa saat itu mengatakan Jadi sa sekarang sudah tidak punya Bapak dan Ibu ya mba………..

Angel in Our live….(Part 1)



Sore itu, tanggal 20 Mei 2000, pukul 14.36 WIB disebuah ruang operasi rumah sakit bersalin yang masih sangat baru, terdengar suara jeritan bayi yang sudah kami tunggu-tunggu. Bapak, saya, dan adik-adik (Ninik, atut, frida) serta merta berucap syukur. Alhamdullilah, akhirnya ibu telah member kami seorang adik. Di depan kamar ibu, kami sangat cemas, menunggu dokter memberi informasi kepada kami. Terutama Bapak kami sangat cemas, terlihat jelas, istri yang amat dicintainya sedang bergulat dengan takdir baru. Memberikan anak kembali kepadanya. Dalam usia yang tidak muda lagi, saat itu Bapak berusia 58 tahun, Allah karuniakan keturunan kembali kepadanya. Akhirnya dokter menemui kami, saya masih ingat ekpresi dan pertanyaan Bapak ketika menanyakan kondisi Ibu dan adik kami. Sambil memegang tanganya dan meremasnya , Bapak menanyakan kepada dokter, “Dokter, gimana istri dan anak saya, sehat? Lengkap? “ . Dokter menyebutkan, alhamdullilah Pak Kus, istri dan anak perempuan Bapak sehat dan lengkap. Saat itu yang saya heran kok Bapak tidak menanyakan jenis kelamin adik saya tapi kesehatannya….

Kami diantarkan suster ke kamar bayi waktu itu. Kamar bayi yang hanya ada 1 penghuni yaitu adik perempuan saya, kami menyebutkan kamar itu sebagai kamar kucing karena saat itu memang banyak kucing di ruang itu. Seorang Malaikat kecil yang sedang membuka matanya dan memandang kea rah kami dengan tersenyum. Yang kurasa aneh, ada bayi baru lahir kok dah bisa senyum. Saat itu yang bisa kulakukan adalah meneteskan air mata, menyesali sesuatu yang pernah saya lakukan padanya. Saya sempat malu mempunyai adik lagi. Tapi begitu melihat sosoknya yang sangat cantik dan lucu, luluh sudah semua yang pernah kutentang.

Saat itu, saya belum bekerja ditempat saya bekerja sekarang, masih ada kerjaan sambilan yang saya kerjakan sambil menunggu panggilan kerja. Rasanya susah sekali bekerja ditempat yang saya sukai. Bekerja di bidang yang saya sukai. Saat itu, hari-hari saya lalui dengan adik kecil saya. Rasa malu hilang musnah begitu menyentuh kulitnya yang lembut. Entah kenapa dulu, saat adik saya masih bayi, ibu tidak terlalu merawatnya seperti biasanya. Baru 4 tahun kemudian, kami tahu mengapa Allah mengatur kami seperti ini. Sehingga adik saya , Ninik dan saya yang merawatnya. Saya ingat betul baru saja pulang dari rumah sakit, ibu tidur dikamarnya sendiri, sementara adik bayi kami tidur dengan saya dan ninik. Malam itu dia begitu kehausan, sehingga 1 botol susu yang kami berikan, langsung habis. Tapi karena memang kami belum tahu merawat bayi, dia mengeluarkan kembali semua susunya (gumoh..kata orang jawa). Kami benar-benar panik saat itu. Saat itu pukul 2 pagi hari. Kami langsung buka semua bajunya..dan lagi-lagi kami lupa menutupnya karena kami lebih sibuk mengurus yang lain. Begitu kami ingat, adik kecil saya sudah biru karena kedinginan. Kami berdua ketakutan dan sangat panik, saya ambil botol berisi air hangat, ninik menghangatkan badannya dengan minyak telon dan memakaikan baju tebal padanya. Kami berdua mendekapnya sambil saling memandang, bagaimana ini mba. Saat itu, saya berdoa, Jangan ada apa-apa Ya Allah. Jadilah kami berdua tidak tidur semalaman. Dan bersyukurnya adik saya saat itu, tidak menangis sedikitpun.
Kami menamakan adik kecil kami dengan “Faidah Kurnia Mukri Anissa”, Nama ini adalah gabungan dari usulan kami sekeluarga. Faidah merupakan nama usulan Bapak alm, Bapak saya adalah orang yang sangat terobsesi menjadikan anaknya menjadi orang yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Kurnia adalah cita-cita ibu,” Pokoknya harus ada kata Kurnianya” kata ibu saat itu. MUkri adalah nama eyang buyut kami dari pihak ibu, kata ini mengandung arti rapi. Dan kami kakak-kakaknya menambahkan anissa, waktu itu sih katanya yang diambil dari Al Quran dan berarti perempuan. Dan Kami sepakat memangilnya Sasa atau kami lebih sering memangil dia dengan Sa.

Kehadirannya dikeluarga kami memang benar-benar membawa angin perubahan yang sangat besar. Terutama bagi Bapak dan saya. Bapak saya kembali menjadi orang yang sangat bersemangat dalam hidupnya. Mungkin merasa menjadi orang paling bahagia selama 4 tahun sebelum wafatnya. Merasa menjadi orang yang kembali berjiwa muda dalam usia yang sudah mau menginjak 60 Tahun. Seringkali kami mendengar Bapak dengan bangganya mengatakan, bahwa diusia 50-an beliau masih produktif dan sering pula kami mendengar Bapak dengan bangganya memperkenalkan Sa sebagai anaknya. Sementara bagi saya, sa adalah jalan rejeki saya, setelah ada dia, bertubi-tubi panggilan kerja menghampiri saya.

Menurut cerita ibu saat itu, Sa adalah satu-satunya anaknya yang Bapak mau mengendongnya. Bapak begitu sayang pada Sa. Ketika Sa sudah mulai bisa berjalan, sering sekali Bapak dan Sa pergi hanya berdua, bila bertemu dengan kawan Bapak, Bapak dengan banggannya langsung mengatakan “Ini Anakku yang terakhir” dengan tersenyum lebar. Senyum kebangaannya. Sering kali Sa di ajak saat Bapak memberi kuliah. Dan dari sepupuku yang diajar Bapak, saya pernah dengar cerita, Bapak menceritakan Sa didepan kelas. Tidak cukup sampai disitu Sa, sa pula yang bapak ceritakan saat Bapak natar di mana-mana. Kalo Sa masih ingat saat itu …….Bapak sangat bangga punya anak Sa. Jadi Sa, dari kecil sa sudah disayang Bapak dan Ibu…walaupun Sa hanya dikasih waktu bersama mereka selama 4 tahun.