Bapak.......Sebuah Memoar

Karya ini sebenarnya adalah karya adikku, karena sampai saat ini belum satu katapun yang bisa kupersembahkan untuk Bapak Saya. Kuambil dari blog adik saya.....atutkus.multiply.com..Bedanya sama kamu tut, besok ku upload foto Bapak. Kecintaan dan kebanggaan kami, anak-anakmu.....Bapakku tercinta

19 Juni 2008

Saya membuka Google, dan mencoba mencari nama belakang saya, nama keluarga saya.

Mengejutkan!
Dengan mesin pencari favorit yang menjadi kesukaan ayah saya ini, tidak saya dapatkan satu pun file yang mampu mengidentifikasikan nama keluarga saya itu, yang tentu saja nama ayah saya, KUSNEDI.

Hal ini buat saya berarti : tidak ada sejarah mengenai ayah saya dan bahkan sejarah tak mencatat nama ayah saya itu.

UUUUggggghhhh!
Betapa menyedihkan!
Sepertinya eksistensi ayah saya, yang hanya sebentar didunia ini, diragukan!
Padahal, tentu saja, bagi saya dan keempat saudara kandung saya –mba esti, mba nik, frida dan sasa-, eksistensi Bapak –begitu kami biasa memanggilnya-, tak pernah kami
dipertanyakan.

Dia ada dimanapun kami berada.
Tentu saja,
karena darahnya mengalir dalam darah kami.
Selain itu, pengaruh pandangannya juga sangat mewarnai hidup kami. Kemandiriannya, keteguhannya memegang prinsip hidup, kepeduliannya terhadap bumi dan makhluk dibumi ini, dedikasinya pada nilai yang ia yakini, cintanya, dan segalanya.

Saya ingat dalam masa sakitnya, dipagi hari ketika saya membuka pintu kamarnya, dia selalu sudah dalam posisi duduk ditepi tempat tidur yang sudah dia rapihkan. Dia selalu melakukan hal ini setiap pagi meskipun keadaannya saat itu, mungkin bagi orang lain, sangat tidak mungkin utuk dilakukan. Dia menderita diabetes mellitus (DM), dan terdapat gangren di kedua kakinya yang membuatnya hanya bisa menggunakan kursi roda untuk mobilitasnya. Melihat Sartono Mukadis di TV selalu mengingatkan saya kepada Bapak.
(ooh…betapa sulit menulis ini….Tuhan, berikan saya kekuatan untuk meneruskan tulisan ini…!)
Sebelumnya, sudah 8 tahun –sejak 1996- dia menderita DM, beberapa komplikasi terjadi dan menyebabkannya harus menggunakan tongkat untuk membantunya melangkah.

Bagi Bapak, tidak ada yang tidak mungkin didunia ini, selama kita mau berusaha. Keterbatasan finansial yang dialaminya bukan merupakan penghalang bagi dia untuk mencapai apa selalu yang diinginkannya, pendidikan. Hal inilah yang selalu dia kedepankan. Sebagai anak seorang klerk dan penjual kamir –kue khas purwokerto-, dia sama sekali tak mempunyai kesempatan untuk bersekolah tinggi, apalagi dikeluarganya ada 3 orang adik yang juga membutuhkan biaya pendidikan. Namun hal ini bukan barrier untuk bisa bersekolah. Dia berjualan apa saja, dari kamir hingga lotre untuk melanjutkan sekolahnya serta 3 orang adiknya itu. Hingga akhirnya di usia 47 dia berhasil meraih gelar masternya dibidang Demography (M.Sc.) dari Florida State University. Dia adalah orang pertama dari tempatnya bekerja yang mendapatkan gelar S2 dari Universitas di luar negeri.

Bapak menempuh jenjang pendidikannya dengan beasiswa. Dia membekali dirinya untuk mendapatkan pendidikan dengan autodidak. Dia mengasah sendiri kemampuan bahasanya. Bukan dengan kursus. Hanya dengan buku-buku bacaannya, radio yang ia dengarkan dan sahabat penanya. Jejak-jejak usahanya ini masih dapat saya temukan dirumah saya.

Karena pengalamannya inilah, –dan sebenarnya karena kondisi finansial yang sulit- saya dan saudara-saudara saya tak pernah mengalami masa-masa belajar diluar rumah selain disekolah. Kami harus belajar sendiri. Mandiri. Alih-alih mendaftarkan kami kursus bahasa Inggris, dia menjejali kami dengan berbagai bacaan yang sengaja ia subscribe untuk bahan kami belajar. TIME Asia, Newsweek, Fortune, Far Eastern Economic Review (FEER), Forbes, National Geographics dan Reader’s Digest adalah berbagai judul majalah yang ia sediakan. Inilah yang membuat saya terkadang –walaupun sangat jarang- bisa merasakan kalimat bahasa Inggris mana yang benar dan mana yang salah tanpa saya mengerti alasannya.

Semuanya ia lakukan untuk satu hal yang diyakininya, pengayaan akal!

Keyakinannya akan pendidikan dan segala hal yang berbau pendidikian membuatnya mendedikasikan seluruh hidupnya untuk hal ini. Secara kebetulan (tidak ada kebetulan didunia ini, karena semua telah diatur oleh Penguasa, Allah SWT), dia bekerja disektor pendidikan. Dia seorang Dosen di Perguruan Tinggi Negeri di Purwokerto. Semua orang yang mengenalnya tak pernah meragukan dedikasinya untuk dunia pendidikan. Setelah sakit ditahun 1996 yang mengharuskannya memakai tongkat untuk berjalan, dia tak pernah sedikitpun melalaikan mahasiswanya.

Beberapa kali saya sempat menemaninya mengajar. Sebelum dia sakit, saya tak pernah khawatir dengan aktivitasnya, namun setelah sakit dan kakinya tak mau diajak kompromi, maka sering saya, kakak dan ibu bergantian menemaninya menjalankan aktivitas . Ia selalu berkeras untuk mengendarai mobil sendiri. Sepertinya ada kenikmatan tersendiri yang datang saat ia nyetir.

Bapak akan tiba dikampus tepat jam kuliahnya dimulai. Jika pegawai administrasi yang mengatur jadwal kuliahnya adalah pegawai lama, maka ia akan mendapatkan ruang kuliah di lantai bawah. Masalah datang jika pengaturan ruang kuliah dilakukan oleh pegawai baru. Bapak beberapa kali mendapakan jadwal mengajar dilantai 2, yang untuk mencapainya harus dibutuhkan effort yang sangat besar.

Masih terasa genggaman tangannya di tangan saya, ketika saya bantu dia berjalan menaiki tangga. Tangan kirinya berpegangan di handrail, sedang tangan kanannya memegang tangan kiri saya. Seolah dia mempercayakan dirinya pada saya (namun waktu itu saya tak menyadarinya). Tongkat dan tas-nya saya pegang. Sampai di lantai 2, Ia nampak sangat kelelahan.

Mengikuti kuliahnya selalu menyenangkan. Serasa kuliah gratis. Serasa dapat beasiswa Chevening. Ia duduk dimeja jika mengajar, dengan terlebih dulu meminta maaf kepada mahasiswanya karena ia tak bisa berdiri. Ia selalu terlihat gembira saat mengajar. Dia mencintai kegiatannya itu. Ia tak pernah terlihat menyebalkan dikelas, bahkan jika ada kejadian yang membuatnya jengkel, kamilah dirumah yang menjadi sasarannya. Tapi kelakuan mahasiswa dimana-mana sama saja. Ada saja mahasiswa yang tak memperhatikannya. Saya ingat betapa inginnya saya marah kepada mereka. Tapi biarlah…, toh yang memperhatikan Bapak masih lebih banyak prosentasinya dibanding mereka yang tidak.

Bahasa Inggris adalah kecintaannya yang lain. Latar pendidikannya adalah Ekonomi, namun seringkali ia mengajar bahasa Inggris. Dengan berbekal bahasa inggrisnya yang ia pelajari secara autodidak, beberapa kali ia menulis tentang pendidikan bahasa Inggris di Indonesia dalam beberapa jurnal. Ia tidak setuju sama sekali dengan model pelajaran secara “CONVERSATION” yang seringkali tidak memperhatikan grammar. Ia juga seringkali menyampaikan hal ini kepada kleganya di kampus. Mungkin karena hal inilah beberapa orang tak menyukainya.

Kemampuan ini, kemudian membawanya menjadi salah satu dari tim penceramah dalam pelatihan penulis dan penerjemah buku ajar nasional sejak tahun 1992. Dia pun telah menerjemahkan beberapa buku, yang semuanya dibidang ekonomi, dan sebuah novel. Berikut ini beberapa buku terjemahannya:

1. Intermediate Accounting, 7th ed. (Smith & Skousen) menjadi Akunting Lanjutan,
diterbitkan oleh Pen. Erlangga, Jakarta (1983).

2. Accounting Principles, 13th ed. (Fess & Niswonger) menjadi Prinsip-prinsip Akun-
ting, diterbitkan oleh Pen. Erlangga, Jakarta (1983).

3. Price Theory and Applications, 3rd ed. (Hirshleifer) menjadi Teori Harga dan Pene-
nerapannya, diterbitkan oleh Pen. Erlangga, Jakarta (1985).

4. Paths to Power (Natasha Josewofitz) menjadi Menuju Eksektuif Puncak, diterbit-
kan oleh Pen. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.

5. Introduction to Management Accounting, 6th ed. (Horngren) menjadi Pengantar A-
kuntansi Manajemen, diterbitkan oleh Pen. Erlangga, Jakarta (1986, 1990).

6. V-2; The Nazi Rocket Weapon (Walter Dornberger) menjadi V-2 dan Hitler, diter-
bitkan oleh PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta (1989).

7. Managerial Accounting; Concepts for Planning, Control, Decision Making, 5th ed.
(Ray H. Garrison) menjadi Akuntansi Manajemen; Konsep Untuk Perencanaan,
Pengendalian, dan Pengambilan Keputusan, diterbitkan oleh Penerbit ITB, Bandung (1997).

8. Changing Course; A Global Business Perspective on Development and the Envi-
ronment (Stephan Schmidheiny) menjadi Mengubah Haluan; Industri Berwawas-an Lingkungan, diterbitkan oleh Penerbit ITB, Bandung. (Bekerja sama dengan Dinas Penerangan Kedubes A.S. Jakarta, diluncurkan pada tgl. 21 April 1995).

9. The Language of Trade (Michael B. Smith dan Merritt R. Blakeslee) menjadi Baha-
sa Perdagangan, diterbitkan oleh Penerbit ITB, Bandung (1995). (Bekerja sama de-
ngan Dinas Penerangan Kedubes A.S., Jakarta).

10. Personnel Management (Margaret Attwood & Stuart Dimmock) menjadi Manaje-men Personalia (selesai dalam 24 hari) diterbiktan oleh Penerbit ITB, Bandung (1999/2000).

11. The Return of Depression Economics (Paul Krugman). Telah selesai diterjemahkan
(27 hari). Akan diterbitkan oleh Penerbit ITB, Bandung bekerja sama dengan
Kedubes Amerika Serikat, Jakarta.

12. Contemporary Business (Boone). Telah selesai diterjemahkan dan akan diterbitkan oleh Penerbit Erlangga, Jakarta.

(daftar ini saya ambil dari CV-nya secara sembunyi-sembunyi!)

2 minggu sebelum dia pergi, dia baru saja menerima tawaran dari penerbit Salemba untuk menerjemahkan lagi sebuah buku. Sayang sekali kerja sama ini tidak pernah terwujud.

Kecintaannya yang lain, adalah burung! Beberapa kali Ia membeli Beo yang Ia latih sendiri. Tiap pagi, sambil membaca koran dan meneguk kopi, Ia selalu mengajak Beo-nya ,yang selalu Ia namakan Bawor (MASKOT BANYUMAS- atau bagong dalam bahasa jawa), berbicara. Teringat saya waktu dia membeli senapan angin dan mencobanya mengenai suatu sasaran (yang berupa benda). Suatu kali, ia sempat mengarahkan senapannya itu ke udara dan tanpa sengaja, mengenai seekor burung kuntul. Ia tak mengatakannya kepada kami, namun selama beberapa hari kami tak menjumpainya makan sesuap nasipun. Ia shock, merasa bersalah telah menembak secara tak sengaja. Hal itu kami ketahui beberapa hari kemudian setelah dia menceritakan perkaranya. Kasihan sekali Bapak waktu itu. Dari Bapak kami belajar menghargai makhluk Tuhan.

Dari Bapak kami menghargai manusia. Tak pernah sekalipun Bapak tak menghargai tukang parkir, pengamen atau siapapun yang membantunya. OB dikampus juga selalu berebutan mencucikan mobil/motor Bapak.

Mobil juga merupakan teman tercinta yang Bapak punya. Mobil Carry biru, yang membawa Bapak kemanapun Bapak mau. Jalan-jalan! Hobinya yang menular ke saya dan semua anak Bapak karena disaat anak-anak seumuran saya pacaran dan menghabiskan waktu jalan-jalan bersama pasangan mereka, kami malah ikut Bapak dan Ibu jalan-jalan. Kemana saja! Hampir setiap hari minggu kami habiskan untuk jalan, sekedar makan seafood di pantai teluk penyu, makan pecel di baturaden, minum degan di bendungan serayu atau Cuma mengitari karisidenan Banyumas. Ahhh….Bapak!

Dia membuat saya merindukan semuanya. Merindukannya. Saya tak berharap dia merindukan saya, karena insya ALLAH doa saya selalu bersamanya. Karena saya mencintainya. Iapun sangat mencintai saya, kakak-kakak saya dan adik-adik saya. Dia mencintai kami semua! Terutama Sa!

Sayangnya, cintanya pada kami harus terhenti, karena cintanya pada Ibu-his greatest love of all- dan cinta ALLAH padanya. Mencintai Ibu membuatnya harus berpisah dengan kami. Cintanya yang sehidup-semati pada Ibu membuatnya kehilangan semangat untuk hidup, ketika Allah memanggil Ibu 19 Juli 2004.
Saya ingat, hari-hari sepeninggal Ibu, sangat membuat Bapak menderita. Sering saya temui Bapak sedang menangis. Bahkan pernah dia bilang “Untuk apa Bapak hidup kalo Ibu tidak ada?” Dan pertanyaan Bapak akan terhenti jika saya mengingatkan tentang Sasa. Semangatnya untuk melanjutkan hidup akan kembali jika mendengar nama Sasa. Sepeninggal Ibu, Bapak hanya tersenyum jika mendengar suara Sasa, yang saat itu dibawa mba Nik ke Makassar.
(ah…Bapak…menulis ini membuat atut banjir airmata….!)

Diantara cinta siapapun didunia ada, kita sering lupa –saya terutama- bahwa ada cinta yang lebih besar dari cinta siapa saja. Cintanya pemilik cinta. Cinta ALLAH AR_RAHMAN. Dan cinta pemiliknya membuat Bapak harus berhenti mencintai saya dan semua saudara saya. Tiga hari menjelang Idulfitri, 10 November 2004 (115 hari setelah Ibu) Bapak menemui pemilik cinta seluruh jagad raya dan seisinya dan memasrahkan kami kepada-Nya! Tugas Bapak sebagai kepanjangan tangan Allah selesai tepat dihari Pahlawan. Sebuah penghargaan yang diberikan Allah kepada Bapak, yang selalu ingin dikenang sebagai GURU –pahlawan tanpa tanda jasa-.
1 Juli 2008
Pagi ini untuk kesekian kalinya, saya mencoba mencari nama itu, dan saya tambah sebuah keyword yaitu erlangga -nama sebuah lembaga penerbitan yang menerbitkan beberapa buku bapak- dan alhamdulillah...pencarian yang memuaskan! semua buku yang sudah saya sebutkan nampak di situ.

I luv U Bapak…!
(akhirnya tulisan ini bisa selesai! Sedianya tulisan ini mo atut post 19 Juni kemarin, sebagai hadiah ulang tahun buat Bapak, tapi…baru hari ini atut bisa!
I only want you to be proud of me!!!)
----mungkin kesannya tulisan ini kayak tulisan Dino Pati Jalal mengani SBY, namun biarlah, toh saya mengagumi ayah saya....mencintainya bahkan!----

Ayam Kempit Kentang



Resep ini merupakan salah satu hasil otak-atik saya dari Majalah Goodhousekeeping jaman baheula. tahun 1980-an kalo ga salah. Resep ini saya unggah untuk Sasa..dan Untuk siapa saja yang mempunyai masalah yang hampir sama dengan saya, anak yang tidak terlalu suka makan nasi, sayur dan ayam. Resep ini menjadi salah satu makanan favorit sasa. Kandungan gizinya insya Allah lengkap, cuma untuk ibu2nya...jangan terlalu sering bisa2 jadi ndut....UNTUK ULANG TAHUN SA YANG KE-9...MET ULTAH ADIKKU....

Bahan

0.5 kg Kentang, kukus dan buat pure
0.15 gr Ayam cincang sangat halus (sama ga kalo dibilang digiling? hehehe)
5 btng bayam, rebus sebentar dan cincang kasar (hanya daunnya saja)
50 gr keju cheddar parut
25 gr keju mozarella
1 btng wortel parut
1 buah sosis sapi
3 btr telur ayam
1 bh bawang bombay, cincang halus
2 siung bawang putih, cincang halus
garam, gula pasir, merica bubuk, secukupnya
oregano sedikit saja
Mentega secukupnya
Saos tiram secukupnya

Cara membuat
A. Bahan Isi
1. Panaskan mentega, masukkan bawang putih hingga harum. Kemudian masukkan bawang
bawang bombay, tumis hingga harum. Masukkan ayam cincang hingga warnanya
berubah. Masukkan sedikit air, garam,saos tiram, oregano, gula pasir dan semua
bumbu.
2. Diamkan sebentar hingga asat dan dinginkan.
3. Setelah dingin, campur dengan telur, wortel parut dan bayam. Sisihka terlebih
dahulu
B. Bahan Penutup
1. Campurkan pure kentang dengan telur, keju cheddar parut, garam sedikit saja.
2. Siapkan cetakan loyang atau pirex, yang telah dilapisi dengan mentega.
3. Ambil sebagian adonan kentang, tekan sedikit
4. Taruh bahan isi, dan tutup lagi dengan sisa pure kentangnya.
5. Taburi dengan mozarella....pangang selama 45 menit, 180 derajat celcius.
6. Dinginkan sebentar, siap dinikmati dalam keadaan panas...

Good appetite..(bener gini tulisannya ga sih)....mangga dijajal...

Angel in Our Live (Part 4)…(That Real life….begins)


Sebelum memulai menulis ini semua….Saya ingin mengatakan..tulisan ini saya unggah ke blog saya bukan untuk mengumbar kehidupan kami…tapi saya ingin semua orang belajar tentang Belahan Jiwa kita, titipan Allah dan sekaligus kanvas putih tempat kita akan menulis hitam, biru, merah atau apa saja. Saya ingin kita semua belajar bahwa Anak adalah hal indah dalam hidup kita, siapapun dan bagaimanapun dia. Seburuk atau secantik apapun dia. Anak tetaplah anak, yang hidup dengan dunia mereka, yang bahagia dengan pikiran mereka. Mereka adalah kumpulan beribu chip kosong yang akan menangkap semua apa yang mereka lihat, mereka rasa dan mereka pikir. Dan mereka akan merekamnya hingga saatnya. Saya dedikasikan tulisan ini untuk semua manusia mungil dimanapun kalian berada dan terutama untuk Sa….Agar Sa tumbuh dengan kebanggaannya sendiri…Tumbuh menjadi Sa yang tegar, menjadi Sa yang paling bahagia tanpa ada beban apapun lagi di pikiran Sa.

Kembali ke Sa ya…..Saat Sa kami jemput di Makasar, Sa sudah bersekolah TK B. Tapi lagi-lagi tanpa alasan yang jelas dia tidak mau masuk sekolah. Tapi menurut Nik, ketidakmauannya lebih disebabkan oleh pengajarnya yang kata-katanya kasar. Akhirnya Ngambek ga mau sekolah.

Sampai di Purwokerto saat itu, kalau tidak salah sudah memasuki tahun ajaran baru. Sudah berjalan pertengahan tahun. Kami sempat bingung mencarikan sekolah untuk Sa. Tapi kami teringat, ketika Bapak dan Ibu masih ada, mereka ingin menyekolahkan Sasa ke TK Pamardi Siwi. Kami coba datang ke tempat itu, dan menjelaskan tentang adik kami, Alhamdullilah mereka menyabut Sa dengan tangan terbuka.

Jadilah Sa bersekolah di tempat itu. Atut, Frida dan Wawa mengantar dan menjemput mereka secara bergantian setiap hari. Karena sepeda motor kami hanya 1, maka terkadang Sa naik angkutan umum dengan Wawa atau Atut. Hehehe…..lucu kalo Sa naik angkutan umum, dia senang sekali, mungkin dia kangen dengan mobil kami yang dahulu ya…sekarang mobil itu telah kami jual, karena kami pikir biaya perawatan akan mahal sekali walaupun sayang sebenarnya karena banyak kenangan kami sekeluarga. Saat TKpun kami seringkali menanyakan kondisi Sa pada pengajar disana. Saat pertama Sa, hampir asik dengan dunianya sendiri, bermain sendiri, tapi alhamdullilah pengajar disana mengarahkan Sa hingga dia bisa bergaul dengan teman-temannya. Walaupun Sa, sampai sekarang tidak pernah hafal dengan nama temannya satu per satu….(menyebalkan ya,…hehe). Dan kebiasaannya itu masih ada sampai sekarang dia kelas 3 SD.

Karena Atut dan Frida saat itu memang masih kuliah, dan seringkali waktu kuliah Frida atau Atut setelah pulang sekolah Sa, maka setelah dijemput maka Sa akan ikut Atut atau Frida ke kampus. Bermain sendiri di Taman UNSOED waktu itu, sambil mengingatkan Sa kepada Bapak Alm. Dulu ketika Bapak masih hidup, Sa sering diajak ke Fakultas ekonomi, ikut ngajar atau Cuma menjemput Nik atau ibu. Kalau menuggu Fri atau Atut kuliah, Sa harus dibelikan roti, dan jumlahnya harus 2, satu untuk dia, dan 1 untuk ikan koi di kolam UNSOED (entah sekarang masih atau tidak). Kasihan melihat dia seperti itu, kasian juga melihat Fri dan Atut yang harus repot juga karena hal ini. Tapi ini semua ya memang harus seperti ini.

Karena kebiasaannya ini, Sa menjadi anak yang paling anti ikan dan ayam. “Ikan itu untuk dipelihara bukan untuk dimakan, kasian kan” ,katanya suatu hari. Ayampun demikian. Malah ayam sudah sedari kecil, karena setiap hari, ada jadual dia memberi makan ayam tetangga. Dan benar saja, Sa baru mau makan ikan setelah dia SD kelas 1, setelah kami bujuk dengan berbagai cara. Sementara tentang ayam, dia sudah terlebih dahulu mau, tapi ya dengan berbagai macam cara, hingga Sa tidak lagi melihat serat dagingnya. Lagi-lagi, Sa adalah jalan bagi kami untuk belajar dan memasak makanan, hingga menyajikan makanan yang menarik. Berapa resep masakan yang kami otak-atik sendiri agar dia mau makan ayam dan ikan. Dan karena Sa sejak kecil hanya makan dengan variasi bumbu yang sangat minim, maka dia tidak suka dengan makanan dengan bumbu yang lengkap. Saat TK sampai SD dia lebih suka makan selain nasi, maka kamipun harus memutar otak bagaimana caranya dia bisa makan nasi. Kesukaan masak saya bisa dibilang karena Sa juga.

Wajah Sa yang sekarang adalah wajah ibu, sementara kebiasaan Sa adalah kebiasaan Bapak. Suka dengan air, suka dengan singkong, suka dengan soto, suka dengan mie, membaca buku dengan cepat, pendiam, adalah tipikal Bapak. Dia akan sangat penasaran dengan sesuatu, dan terkadang kita harus buka-buka buku dulu atau browsing internet untuk Sekedar menjawab pertanyaannya. Seperti suatu saat, Frida dan Sa sedang membaca Juz amma bergambar, di surat At Tien, Sa penasaran sekali seperti apa buah tien itu. Cita-citanya adalah belajar di luar negeri. Ketika kami berempat, Sa, Fri, Atut dan saya sedang makan di sebuah kedai pizza di purwokerto, sambil makan, dia menunjuk sebuah lukisan Jam besar..…Sa pingin sekolah ke sana. Amin Sa. Semoga Allah mengabulkan keinginanmu seperti Allah kabulkan keinginan Bapak untuk sekolah di US. Melihat dia sekarang seperti melihat kombinasi kedua orang tua kami.

Ada 1 cerita yang sangat saya dan adik-adik saya ingat, dan semoga hal ini tidak pernah terjadi pada siapapun lagi setelah Sa. Saat itu Sa, sudah lulus TK dan akan melanjutkan sekolah. Jauh-jauh hari, saya dan adik saya sudah merencanakan akan menyekolahkan Sasa di sekolah yang terbaik sesuai dengan kemampuan kami. Saat itu kami punya 2 alternatif, sekolah IT atau sekolah negeri yang termasuk favorit di kota kami. Karena beberapa pertimbangan, setelah kami bertiga berdiskusi, maka kami putuskan Sa kami daftarkan ke sekolah negeri tersebut. Letaknya hanya 100 m ke arah barat Dari TK Pamardi Siwi.

Dana sudah kami siapkan. Sa juga sudah kami Tanya berulang-ulang untuk memastikan dia suka. Karena memang harus teliti bila bertanya pada dia, karena ya itu….terkadang kita ga tahu Sa suka atau tidak. Prinsip kami, bila Sa suka maka kami akan ikut dengan dia. Tiba saat pendaftaran sekolah. Saat itu umur Sa baru 6.1 tahun. Jadi memang bermasalah dengan umur. Tapi karena ada tes kemampuan akademik juga kami optimis sa bisa masuklah. Kami memang sempat khawatir bagaimana hasilnya dengan Sa. Saat uji berlangsung Sa ditemani Frida dan Bu dhe kami, saat itu memang sa menjawab dengan sekenanya saja, tapi tulis menulis dia bisa kerjakan semua. Kemudian Frida, Sa dan bud he saat itu ditanya tentang administrasi, bila anak ini diterima siapa yang akan bertanggung jawab, biaya pendaftaran sebanyak ini dan segala macam . Mungkin wajar mereka meragukan kemampuan kami yang yatim piatu, tapi apa ya iya to harus mendetail sekali seperti itu. Tersinggung ya es? Hehehe….jujur saat itu saya kesal dan sebel banget. Dan itu semua, kata-kata itu semua dilontarkan di depan Sasa. Adik saya yang sepertinya tadinya suka, diam lagi. Waktu itu, sepertinya mereka sangat keberatan dengan umur Sa, tapi pertanyaannya selalu lagi-lagi menjurus pada keuangan…uang…uang dan uang. Mau bukti ?

Satu hari sebelum penerimaan siswa, adik saya Atut (atut sudah bekerja di Jakarta) setelah mendengar cerita Sa seperti itu, langsung mengambil cuti. Dan Pagi itu pula, Atut menghadap Kepala sekolah, Tanya tentang kemungkinan Sa diterima atau tidak. Karena terus terang, saat itu sulit sekali mencari sekolah karena hampir semua sudah penuh dengan daftar calon siswa. Saat itu kepala Sekolah SD yang favorit itu lagi-lagi mempermasalhkan umur. Dan itu diucapkan di depan adik saya. Tapi lagi-lagi ujung-ujungnya yang ditanyakan siapa yang akan bertanggung jawab…..duit lagi. Adik Saya waktu itu sudah sangat kesal, saat disodori formulir perwalian, semua diisi dengan penuh emosi. Dia sebutkan siapa wali Sasa, lengkap nama, Jabatan dan Gelar, detail penghasilan. Nama kami, jabatan, Gelar dan Penghasilan kami. Itu kami isi lengkap karena kekesalan kami.

Dan apa yang terjadi, ketika esok pengumuman, ternyata Sa langsung diterima tanpa syarat apapun. Dan jahatnya lagi, dari kemampuan akademik, dan kategori usia, Sa berada di urutan ke- 14 dan No 1 dari semua anak yang usianya dibawah 7 tahun. Seharusnya dia bisa masuk tanpa syarat apapun. Astagfirullah…saat sekolah gratis….saat semua mengatakan harus mengasihi yatim piatu ada saja orang yang tega melakukan itu. Begitu saya ditelpon Atut ketika pengumuman itu, saya marah…Maaf…kurang ajar banget…Orang-orang itu. Saya mengumpat tiada henti, mereka tidak tahu kecemasan kami, apakah bisa sekolah atau tidak, mereka mempermainkan kami dengan kata-kata siapa yang bertanggung jawab. Spontan saat itu juga…..saya bilang ke Atut….Ga usah diambil tut…dan tanya Sa dia masih mau atau ga? Dan saat itupun Sa kami Tanya, Sa menjawab,”Ga mau mba. Sa ga mau sekolah disitu,…..Jawaban Sa yang lagi-lagi membuat kami miris. Didepan Anak ada seorang Guru yang berani mengatakan seperti kata-kata di atas ya…..apa dia tidak pernah berpikir kalo anaknya juga mengalami apa yang Sa rasakan….Saat ditanya kepala sekolah lagi, kami langsung menjawab, “maaf bu, adik saya sudah didaftarkan di Makasar, sore ini langsung berangkat ke Jogja, besok pagi dengan penerbangan pertama ke Makasar, karena jawaban ibu kemarin seperti itu, kami khawatir Sa tidak bisa sekolah tahun ini”. Padahal itu semua bohong, tidak ada sekolah di makasar, tidak ada penerbangan. Semua kebohongan kami lakukan untuk melontarkan kekesalan kami.

Konsekuensi nya adalah Kami langsung bagi tugas mencari sekolah untuk Sa. Karena kondisinya saat itu memang hampir semua sekolah sudah penuh. Kami kalang kabut, saya saat itu ada dirumah, posisi saya saat itu sebagai operator, pencari informasi dan pembuat keputusan. Hampir semua sekolah dasar di Purwokerto yang kami anggap mau menerima adik saya sudah kami hubungi. Tapi sudah penuh semua. Akhirnya kami duduk lemas di kursi sambil bertanya ke sasa, apa yang dia inginkan sekarang. Sa saat itu bilang dia ingin bersekolah dengan Hana, sahabat sasa dan masih saudara kami. Hana saat itu sudah mendaftar ke SD tempat saya dan adik-adik saya dulu bersekolah. SD Negeri Sidabowa 1. Memang SD ini adalah SD tempat saya dan adik-adik saya belajar ilmu dan disiplin yang mungkin sampai sekarang masih kami rasakan sekarang ini. Hanya saat itu kami berpikir kalau Sasa punya kesempatan mengenyam pendidikan dengan kualitas yang lebih baik, kenapa tidak?. Tapi ternyata dugaan kami salah. Garis nasib belum mengijinkan kami untuk memberi pendidikan yang lebih baik kepada Sasa. Akhirnya kami menanamkan dalam diri, pasti ada hal baik dengan ini semua. Saat ini adik saya Sasa sudah bersekolah di sekolah kami dahulu, sekolah kampong, unggulan hanya di tingkat kecamatan. Dan semenjak saat itu, kami berusaha menanamkan pada Sasa, sekolah dimana saja akan sama kalau kita muridnya mau maju. Punya keinginan kuat untuk belajar.

Tetap saja, kami selalu menanamkan kebangaan pada Sasa. Laskar Pelangi menjadi buku dan Film kebangaannya. Dan jadi senjata kami untuk menanamkan semangat padanya. Dan selalu Kami berusaha mencari ilmu lain dari ilmu yang diberikan di sekolah. Buku-buku bacaan apa saja semampu kami sediakan untuknya. Terutama tidak mau kejadian pada kami terulang, kami mencoba sediakan buku agama islam padanya. Agar dia percaya, bahwa Allah sayang dengan Sasa, Allah tidak pernah mengambil semua yang Sasa sayangi, tapi mengantikannya dengan yang Lebih baik.
Dan kebetulan Sasa adik kami, adalah anak yang suka dengan museum, penasaran dengan gejala alam, dan segala rekreasi yang berkaitan dengan ilmu atau sejarah. Jadi kami tidak merasa kesulitan untuk memilih jenis rekreasi. Impian dari kelas 1 SD adalah melihat Borobudur, dan alhamdullilah kami sudah mengajaknya kesana pada bulan Januari lalu. Menurut saya, ini adalah liburan yang berbeda dengan liburan saya dan adik-adik ke Borobudur sebelumnya, 9 tahun lalu. Saat itu saya dan adik-adik masih dipandu orang tua kami, tapi liburan kali ini saya dan adik saya atut menjadi pemandunya. Sangat berbeda. Museum dan buku panduan kami jadikan pedoman kami, sambil kami belajar lagi. Liburan yang istimewa. Setiap detail relief ditanya Sasa, pusing kami dibuatnya. Tapi asyik.

Bersyukur sekali rasanya punya Sasa, saya ikut banyak belajar darinya. Hal-hal yang dulu saya anggap remeh ternyata menjadi bahan belajar bagi Saya sekarang ini. Saya belajar dunia mereka yang Indah. Dunia para malaikat kecil.
Hari ini, setelah 4 tahun waktu diam itu kami lalui, pertama kalinya Sasa menangis dalam pelukan Fri, bilang Sasa kangen Bapak IBu. Pertama kalinya Sasa, sang pengengsi, Malaikat kami menangis mengaku kangen pada Bapak Ibu kami. Saat itu saya ada di kantor saya di Lampung, begitu saya terima sms dia, saya lari dan menangis, bahagia, terharu, dan sedih mendengar ini semua.

Saya hanya berharap, Sa bisa membaca tulisan ini suatu saat. Mba es pingin Sa tahu, Mba semua sayang Sa, pingin sa bisa bahagia, sebahagia kami memiliki kamu. Sa tidak pernah ditingalkan siapapun. IBu dan Bapak hanya Allah pangil kembali, Dan Allah gantikan pelindung sa dengan seribu malaikat dan Sang Maha Penyayang dan Pengasih yang melebihi kasih siapapun, Allah SWT. DIA selalu hadirkan kebaikan untuk Sa dimanapun dan Kapanpun Sa berada. Sa harus yakin itu. Tumbuhlah menjadi adik mba ES yang bahagia, yang percaya bahwa Allah selalu bersama Sa, dan Bapak IBu akan selalu di hati kita. Amin

Ini semua mba Tulis untuk hadiah ultah adik mba yang sangat amat mba sayangi. Malaikat kecil dalam hidup mba yang amat berharga dalam hidup mba.....Hiduplah bahagia dalam dekapan RahmatNYA adikku...Allah dan seribu malaikat ada disekelilingmu...Mba sangat mencintai kamu....

Angel in Our Live (Part III)…(Silent Moment

Periode setelah orang tua kami meninggal mungkin lebih tepat disebut sebagai Saat Kesunyian, kesunyian tanpa nasehat, kesunyian tanpa sapaan dan kasih sayang nyata dari orang tua kami. Tapi menjadi lebih berarti sangat dalam bagi Sa, Sa menjelma menjadi seorang anak kecil yang pendiam dan pemendam rasa.

Jujur, tak pernah kami sadari hal itu, hingga satu saat di Makassar. Setelah kedua orang tua kami wafat, karena saya harus bekerja di lampung, dan adik saya sedang sibuk dengan tugas kuliahnya (Atut sedang menyelesaikan tugas akhirnya, dan frida dengan kuliahnya) maka kami memutuskan untuk menitipkan Sasa ditempat Ninik (adik kedua saya yang telah menikah dan ikut suaminya di Makasar). Saat itu yang kami pikirkan adalah Sa harus merefreskan pikirannya agar hilang semua kesedihan. Dan pasti lebih terurus karena sejak bayi sudah bersama Ninik. Dan memang benar, berat badan Sa naik setelah 2 bulan di makasar, walaupun saat pertama kali tiba di Makasar Sa sempet mencoba kabur dari rumah, dengan membawa seluruh pakaiannya dan tiket pesawat bekas. Pernah terpikir oleh anda semua, ada seorang anak melakukannya hal ini, jika dipikirannya tidak ada apa-apa?

Saat baru 3 bulan di Makasar, adikku Ninik alhamdullilah diberi anugrah hamil anaknya yang ke-2, setelah mengalami keguguran anaknya yang pertama. Masa ngidam yang sangat terbilang lumayan merepotkan menurut saya. Maaf, mual hingga muntah hampir tiap hari, bahkan sampai tak sanggup melihat sinar matahari,sehingga tak pernah keluar hingga usia 4 bulan, dan juga tak bisa menyiapkan makanan untuk suami dan sasa. Bukan ngidam adikku yang menjadi hal paling penting sebenarnya, tapi dari kejadian inilah sesuatu yang tidak pernah kami duga sebelumnya terjadi.

Ternyata ngidam adikku ini membuka satu cerita baru bagi kami, Setiap kali adikku (maaf) mual, adikku Sa akan lari ke pojok ruang dan akan terdiam dengan wajah ketakutan. Pernah satu kali Ninik menanyakannya kepada Sasa, Sa hanya terdiam dan bilang mba nik Sakit?. Satu kali setelah beberapa kali melihat Sa seperti itu, Nik kembali menanyakan kembali ke Sa, dan Apa Jawaban Sa, mba ….mba nik mau meninggal ya?...mba nik muntah-muntah seperti ibu…ibu kan muntah trus meninggal…

Inilah bom waktu itu, akhirnya meledak. Inilah saat perputaran rekaman itu. Rekaman tentang kesakitan Bapak, Kesakitan ibu dan kesakitan Eyang serta mungkin juga kekhawatiran kami. Semua terekam jelas dalam kepala adik kami, yang disebut Trauma. Dan ternyata setiap melihat orang berantem, orang menangis dan orang muntah (maaf) maka reaksi Sa adalah ketakutan. Ketakutan akan ditinggal oleh orang-orang yang disayanginya.

Pagi itu kebetulan saya sedang cuti, dan tepat saat itu Nik menelpon dengan menangis dan mengusulkan dia tidak tahan melihat hal seperti itu. Kondisi ketakutan yang terus berulang-ulang, makan yang tidak terurus dan Sa yang menjadi sangat pendiam, membuat kami menjadi khawatir. Akhirnya kami putuskan untuk membawa kembali Sa ke Purwokerto. Ada 1 kebiasaan Sa lagi selama di Makasar, yang sampai sekarang masih ada. Sa suka sekali melukis. Dan kesukaannya inilah yang pada akhirnya menjadi salah satu cara dia mengungkapkan sesuatu. Terutama ketika dia belum bisa membaca. Lukisannya sepintas sangat biasa, tapi bagi kami sarat dengan makna.

Kami coba berkonsultasi dengan beberapa teman dan membaca beberapa buku tentang psikologi anak. Salah satu cara mengukapkan isi hati pada anak-anak adalah melalui media lukis dan kata-kata dalam karangannya. Kebetulan Saya dan adik-adik memang selalu memberikan hadiah berupa buku atau kertas atau pensil lukis padanya. Akhirnya lukisannya menjadi media curhat Sa kepada kami. Karena memang setelah kejadian itu, Sa menjadi anak yang pendiam sekali. Sa akan memberikan lukisannya atau tulisannya kepada siapa yang dia maksud, atau terkadang Sa akan menempelkannya di dinding aduan. Hehehe…kami merelakan 1 dinding di ruang keluarga, khusus untuk protes Sa.

Berbeda sekali apabila boleh saya bandingkan dengan anak yang lain. Sa adalah anak yang paling gensi menangis di depan kami. Disaat dia sakit sekalipun, dia akan lebih menahan tangisnya dibanding bilang…………. mba sa sakit. Paling gengsi meminta sesuatu kepada kami, boleh dihitung dengan jari selama 4 tahun ini, berapa kali Sa mengatakan, mba beli ini ya…beli itu ya. Dia mengekspresikan keinginannya lewat lukisan atau kata-kata sindiran. Subhannallah. Tapi karena Sa, kami harus belajar banyak tentang anak. Membaca buku tentang anak, segala macam hanya untuk mengetahui, Sa ingin apa. Sa adalah jalan ilmu kami. Tak akan pernah terpikir oleh kami, hal-hal seperti ini sebelumnya. Tapi sekali lagi Sasa telah membawa kami ke dunia yang sangat indah. Dunia ilmu, ilmu tentang anak. Dia adalah Jalan Kasih Rabbku pada kami. Sementara banyak orang diluar sana baru berpengalaman dengan anak setelah mereka memiliki sendiri, tapi kami sudah langsung diberi kursus sebelum kami benar-benar memilikinya sendiri. Sa adalah sekolah kami, Sa adalah guru kami. Subhannallah, Alhamdullilah, Allohu Akbar. Beruntung banget kan punya Sasa….(tunggu di bagian ke-4….bagian the real life without our parents begins …..for My Sa)

Angel in Our live….(Part 2)


Tahun 2004 adalah tahun terberat bagi kehidupan kami sekeluarga. Dan kalo saya pikir, bukan saya, Ninik, Atut atau Frida yang mengalami pukulan paling berat pada tahun ini, Tapi adalah Sasa. Sasa saat itu baru berusia 4 tahun.
Saya masih ingat bulan Januari hingga Maret, mungkin adalah saat paling bahagia buat kami sekeluarga. Pernikahan adik saya, mengawali kebahagiaan kami. Dari periode waktu ini, kami, sering kali pergi bersama . Dan anehnya saat itu benar-benar kami manfaatkan pergi bersama dengan Bapak ibu kami, terkadang hanya kami bertiga, Sa, saya dan Bapak. Kami menikmati waktu itu, walaupun hanya muter kota atau hanya beli jahe susu Natam kesukaan Bapak.

Ketika Sasa berulang tahun ke-4, saat itu ibu dan Bapak saya sudah terbaring dalam sakitnya. Dalam 1 rumah sakit yang sama dengan kamar yang berhadap-hadapan. Saat itu saya masih ingat, sasa selalu datang dengan wajah yang sangat ceria, ada saja tingkahnya, salah satu kesukaannya saat itu adalah membuat kumis persis kucing di atas bibirnya dengan spidol. Tingkahnya itu membuat Bapak, Ibu dan suster-suster di rumah sakit itu tertawa. Saat ulang tahunnya, Bapak meminta wawa, untuk membuatkan nasi kuning dan minta dibagikan di rumah sakit untuk suster-suster. Kami membawakan kue kecil dank arena Bapak dan Ibu tidak bisa Jalan ke kamar masing-masing untuk berkumpul, maka kami membawakan kue ke kamar mereka secara bergantian. Orang-orang yang memandang kami saat itu mungkin miris melihatnya, tapi untuk Sa di usia segitu, yang ada adalah keceriaan, kebahagiaan. Kami kakak-kakaknya berusaha semampu kami untuk menutupi kebingungan kami, kekhawatiran kami pada sa.

Saat kelam dalam kehidupan keluarga kami akhirnya kami alami pada periode Juni-November 2004. Mungkin juga masa yang bisa membuat seorang Sasa dari seorang periang menjadi seorang pendiam, pemalu dan pemendam rasa. Saat itu, dirumah kami ada 3 orang yang kami rawat, Ibu kami dengan kanker pancreas dalam stadium 4, Bapak dengan Diabetes dan gangrene di kakinya, dan Eyang yang harus tidur di tempat tidurnya karena terjatuh dan sempat mengalami halusinasi dalam waktu yang cukup lama. Saat itu kami tidak pernah sadar, apa yang akan terjadi pada Sasa, karena perhatian kami, terus terang saat itu adalah orang tua kami. Tapi kami tidak sadar bahwa ada computer hidup di sekeliling kami. Sasa, anak kecil dengan pikiran yang masih sangat tajam merekam segala sesuatu. Kesakitan ibu, kesakitan Bapak, kesakitan eyang dan kekhawatiran kami kakak-kakaknya mungkin direkam semua oleh Sa. Dan salah kami, kami tidak terpikir saat itu, akibatnya bagi Sasa.

Saat sakitpun, bapak dan Ibu masih berpikir, mereka harus menyelamatkan sasa dari keadaan ini. Saat ibu meninggal tepat pada hari Ulang Tahun Ibu tanggal 19 Juli 2004, ulang tahun ke 44 tahun, saya Tanya sesuatu ke Sa, “Sa tahu ibu kemana?” Sa saat itu menjawab pada saya, “Ibu Sa sudah meninggal, meninggal itu pulang ke rumahnya Allah”. Saya diam dan menangis mendengarnya, oh adik saya sudah tahu, itu yang saya pikirkan saat itu. Beberapa hari setelah ibu meninggalkan kami, Bapak meminta Ninik adik saya untuk membawanya bersamanya ke Makasar. Saat itu, yang dipikirkan Bapak adalah menjaga Sasa agar dia tidak kehilangan kasih sayang dan tidak terus berada dalam keadaan yang bisa membuat Sa sakit lebih dalam.
Setelah tinggal di Makasar, bukanlah akhir dari cerita kami, yang terjadi adalah Bapak kami seakan semakin kehilangan separuh hidupnya, setelah ditinggalkan ibu. Tapi lebih lagi karena tidak ada Sa di rumah kami, tidak ada suara centilnya dirumah kami, tidak ada rajukannya, tidak ada celoteh cerdasnya yang menjadi kebangaan Bapak saat itu. Hingga membuat kondisi kesehatan Bapak kami semakin menurun, hingga Bapak harus dirawat di Rumah sakit kembali. Saat Bapak kehilangan sebagian memorinya, hanya ada 2 nama yang dia ingat. Ibu dan Sasa. Lihat Sa, betapa Sa sangat berarti bagi kami….

Akhirnya Allah memanggil Bapak kami, Imam kami dan Pahlawan kami tepat pada tanggal 10 November 2004, 3 hari sebelum lebaran. Malam sebelum meninggal dirumah hanya ada frida, atut, eyang dan wawa. Malam itu, bapak ngobrol dengan frida dan bilang, ” Sa kapan pulang ya da, bawa markisa kan ya…” Itu terus yang Bapak ingat, hingga malaikat menjemputnya pada pukul 3 dini hari. Saat itu, Ninik kami kabari pada pagi hari dan sa waktu itu menurut ninik hanya berkomentar, “Bapak meninggal ya mba? Kaya ibu?” . Tidak ada tangisan dan tidak ada rengekan.

Karena tidak mendapat tiket pesawat, adik saya menumpang kapal laut. DiKapal, baru ninik jelaskan pada sa..kalo Bapak meninggal. Saat itu yang dilakukan adik saya adalah duduk dipojok kamar dan menangis. Kalo tidak salah, sa saat itu mengatakan Jadi sa sekarang sudah tidak punya Bapak dan Ibu ya mba………..

Angel in Our live….(Part 1)



Sore itu, tanggal 20 Mei 2000, pukul 14.36 WIB disebuah ruang operasi rumah sakit bersalin yang masih sangat baru, terdengar suara jeritan bayi yang sudah kami tunggu-tunggu. Bapak, saya, dan adik-adik (Ninik, atut, frida) serta merta berucap syukur. Alhamdullilah, akhirnya ibu telah member kami seorang adik. Di depan kamar ibu, kami sangat cemas, menunggu dokter memberi informasi kepada kami. Terutama Bapak kami sangat cemas, terlihat jelas, istri yang amat dicintainya sedang bergulat dengan takdir baru. Memberikan anak kembali kepadanya. Dalam usia yang tidak muda lagi, saat itu Bapak berusia 58 tahun, Allah karuniakan keturunan kembali kepadanya. Akhirnya dokter menemui kami, saya masih ingat ekpresi dan pertanyaan Bapak ketika menanyakan kondisi Ibu dan adik kami. Sambil memegang tanganya dan meremasnya , Bapak menanyakan kepada dokter, “Dokter, gimana istri dan anak saya, sehat? Lengkap? “ . Dokter menyebutkan, alhamdullilah Pak Kus, istri dan anak perempuan Bapak sehat dan lengkap. Saat itu yang saya heran kok Bapak tidak menanyakan jenis kelamin adik saya tapi kesehatannya….

Kami diantarkan suster ke kamar bayi waktu itu. Kamar bayi yang hanya ada 1 penghuni yaitu adik perempuan saya, kami menyebutkan kamar itu sebagai kamar kucing karena saat itu memang banyak kucing di ruang itu. Seorang Malaikat kecil yang sedang membuka matanya dan memandang kea rah kami dengan tersenyum. Yang kurasa aneh, ada bayi baru lahir kok dah bisa senyum. Saat itu yang bisa kulakukan adalah meneteskan air mata, menyesali sesuatu yang pernah saya lakukan padanya. Saya sempat malu mempunyai adik lagi. Tapi begitu melihat sosoknya yang sangat cantik dan lucu, luluh sudah semua yang pernah kutentang.

Saat itu, saya belum bekerja ditempat saya bekerja sekarang, masih ada kerjaan sambilan yang saya kerjakan sambil menunggu panggilan kerja. Rasanya susah sekali bekerja ditempat yang saya sukai. Bekerja di bidang yang saya sukai. Saat itu, hari-hari saya lalui dengan adik kecil saya. Rasa malu hilang musnah begitu menyentuh kulitnya yang lembut. Entah kenapa dulu, saat adik saya masih bayi, ibu tidak terlalu merawatnya seperti biasanya. Baru 4 tahun kemudian, kami tahu mengapa Allah mengatur kami seperti ini. Sehingga adik saya , Ninik dan saya yang merawatnya. Saya ingat betul baru saja pulang dari rumah sakit, ibu tidur dikamarnya sendiri, sementara adik bayi kami tidur dengan saya dan ninik. Malam itu dia begitu kehausan, sehingga 1 botol susu yang kami berikan, langsung habis. Tapi karena memang kami belum tahu merawat bayi, dia mengeluarkan kembali semua susunya (gumoh..kata orang jawa). Kami benar-benar panik saat itu. Saat itu pukul 2 pagi hari. Kami langsung buka semua bajunya..dan lagi-lagi kami lupa menutupnya karena kami lebih sibuk mengurus yang lain. Begitu kami ingat, adik kecil saya sudah biru karena kedinginan. Kami berdua ketakutan dan sangat panik, saya ambil botol berisi air hangat, ninik menghangatkan badannya dengan minyak telon dan memakaikan baju tebal padanya. Kami berdua mendekapnya sambil saling memandang, bagaimana ini mba. Saat itu, saya berdoa, Jangan ada apa-apa Ya Allah. Jadilah kami berdua tidak tidur semalaman. Dan bersyukurnya adik saya saat itu, tidak menangis sedikitpun.
Kami menamakan adik kecil kami dengan “Faidah Kurnia Mukri Anissa”, Nama ini adalah gabungan dari usulan kami sekeluarga. Faidah merupakan nama usulan Bapak alm, Bapak saya adalah orang yang sangat terobsesi menjadikan anaknya menjadi orang yang bisa bermanfaat bagi orang lain. Kurnia adalah cita-cita ibu,” Pokoknya harus ada kata Kurnianya” kata ibu saat itu. MUkri adalah nama eyang buyut kami dari pihak ibu, kata ini mengandung arti rapi. Dan kami kakak-kakaknya menambahkan anissa, waktu itu sih katanya yang diambil dari Al Quran dan berarti perempuan. Dan Kami sepakat memangilnya Sasa atau kami lebih sering memangil dia dengan Sa.

Kehadirannya dikeluarga kami memang benar-benar membawa angin perubahan yang sangat besar. Terutama bagi Bapak dan saya. Bapak saya kembali menjadi orang yang sangat bersemangat dalam hidupnya. Mungkin merasa menjadi orang paling bahagia selama 4 tahun sebelum wafatnya. Merasa menjadi orang yang kembali berjiwa muda dalam usia yang sudah mau menginjak 60 Tahun. Seringkali kami mendengar Bapak dengan bangganya mengatakan, bahwa diusia 50-an beliau masih produktif dan sering pula kami mendengar Bapak dengan bangganya memperkenalkan Sa sebagai anaknya. Sementara bagi saya, sa adalah jalan rejeki saya, setelah ada dia, bertubi-tubi panggilan kerja menghampiri saya.

Menurut cerita ibu saat itu, Sa adalah satu-satunya anaknya yang Bapak mau mengendongnya. Bapak begitu sayang pada Sa. Ketika Sa sudah mulai bisa berjalan, sering sekali Bapak dan Sa pergi hanya berdua, bila bertemu dengan kawan Bapak, Bapak dengan banggannya langsung mengatakan “Ini Anakku yang terakhir” dengan tersenyum lebar. Senyum kebangaannya. Sering kali Sa di ajak saat Bapak memberi kuliah. Dan dari sepupuku yang diajar Bapak, saya pernah dengar cerita, Bapak menceritakan Sa didepan kelas. Tidak cukup sampai disitu Sa, sa pula yang bapak ceritakan saat Bapak natar di mana-mana. Kalo Sa masih ingat saat itu …….Bapak sangat bangga punya anak Sa. Jadi Sa, dari kecil sa sudah disayang Bapak dan Ibu…walaupun Sa hanya dikasih waktu bersama mereka selama 4 tahun.

Tak Tahu Apa.....

Entah apa yang harus dituliskan
Saat galau ada di tiap sudut hati
Seperti menantikan sesuatu yang berada di sudut senja
Malam....

Ditemani riak ombakMU
Ditemani senja IndahMU
Seharusnya tiada ada rasa itu..
Seharusnya yakin bahwa besok pagi ada sinarMU kembali..


Sungguh tak akan pernah mencoba untuk mempertahankan ini semua
Bila tidak ada keyakinan....
Kucoba bermohon di ujung Malamku..
hingga tak terasa telah 3 purnama berlalu di sini...
Dan semua masih sama....Rasa itu masih sama..
bukan hanya riak kecil dalam hati...
Bukan Euforia..

Hampir aku surut dalam ujung senjamu...
Tapi tangan malaikat disekitarku menarikku ...
Yakinkan aku untuk sempurnakan semua ini...

Bila memang harus kulepaskan siang ini...
Haruskan kulepaskan ..untuk malam yang menjelang?
Aku ingin seperti kapal itu yang terus melintas senja ..
berjuang mencari dermaga...
Tapi entahlah...



depan dewabrata, 21 Maret 2009

In Friday The 13th....Sunset in Suak Still amazing...

Banyak orang yang mengasosiasikan jumat tanggal 13, apalagi jumat kliwon seperti beberapa saat yang lalu menjadi hari yang penuh dengan cerita horor...kalau itu pasti gara2 dulu jaman ga ada TV swasta ...ada film yang sampai sekarang saya menjadi korbannya...Friday The 13th....apalagi kalo tokoh horornya dah si boneka gila itu..maleeeeessss banget lihatnya. Tapi di hari itu saya sempatkan diri untuk nokrongin sunset didepan kamar..detik demi detik dan berikut ini hasil jepretannya.....Tetap aja indah...walaupun ada mendung yang lumayan tebel...tapi still...amazing...check these out....



Sunset on My site's

Setiap sore pulang kerja, biasanya ada beberapa kegiatan yang sering kulakukan bersama teman-teman, terkadang snorkling..dan salah satunya..melihat sunset (terutama kalau sedang stress kata temen-temen). Gratis ..tidak mengeluarkan uang sepeserpun. Mungkin hal ini yang menjadi barang mahal dikala jauh dari pantai. Ini salah satu hasil jepretanku di pantai depan kamar yang hanya berjarak tidak lebih dari 10 m dari pintu mess. Lumayan asyik kalo dinikmati. Dan yang jelas...Subhannallah...bagus banget...dan herannya selama 8 tahun lihat sunset walaupun ga tiap hari, tapi tidak pernah sama bentuknya. Hebat ya Sang Maha Penciptanya....Mangga bagi yang suka silakan deh hubungi saya...hehehe..bayarannya ya...atur aja sendiri.