Perjalanan dengan guyuran hujan...


Kemarin sore, saya mengunjungi teman saya di warung. Karena saya janji akan membawakan buah tangan pada teman saya sebenarnya. Tapi karena Hamdan, nama teman saya ini, keburu pulang, akhirnya kami berdua, saya dan frida memutuskan mengatarkan bebek ke rumahnya. Sebenarnya tidak jauh, masih diperbatasan Banjarnegara purbalingga, tapi karena harus masuk jalan lintas kecamatan serasa jauh jadinya.

Perjalanan penuh dengan air hujan!...ditemani air hujan terus maksudnya. Dingin, dengan sepeda motor dan hanya dengan jas hujan yang bocor sana sini. Dari Purwokerto, sudah harus pakai jas hujan, eh ternyata hingga pulang. Perjalanan dari bukateja, kami ambil arah lurus...desa apa saya lupa. Tapi yang jelas, sepanjang jalan ada pohon mangga di kiri kanan. Inilah yang kusuka dari Purbalingga, setiap desa punya ciri khas sendiri. dan Masih sangat asri..rapi. Masuk ke wilayah rakit, bau wangi melati (ah hati saya masih ga enak nyebut bunga ini) menyeruak sepanjang perjalanan kami walau saat hujan deras. Tumben amat kok semerbak banget.

Rakit adalah salah satu desa di Banjarnegara yang memang mengkhususkan diri pada pertanian melati teh, orang Rakit menyebutnya sebagai melati gambir. Melati jenis ini berbeda dengan melati hiasan pengantin (melati menur, mereka biasa sebut). Daun lebih kecil, batang lebih banyak dan melati jenis ini lebih kecil pula. Tak akan pernah bosan perjalanan melewati ini...kiri kanan jalan hanya berisi ladang pertanian. hijau...

Sampai di SD kincang, kami belok ke arah kiri...wow...seperti di ubud. Terasiring...bersisian dengan irigasi yang berkelok...indah dan nyaman sekali untuk tempat pertanian. Ternyata masih 1 km kami masuk kedalam hingga sampai rumah Hamdan. Sungguh kampung yang sangat produktif. Pertanian dan perikanan, dan satu lagi...dinginnnn sekali kampungnya. Pantas Hamdan doyan tidur di sini.

Terjebak hujan hingga 2 jam di rumah Hamdan, kami bercerita seputar melati gambir. Hasil pertanian yang berhasil mengantarkan Hamdan hingga alih jenjang di Fakultas Pertanian. Hebat. Siapa sangka, bunga kecil yang pada saat tertentu hanya menghasilkan Rp 500 per kilo bagi pemilik lahan, bisa menyekolahkan anak hingga hampir sarjana. Kehidupan mereka sangat layak, mungkin lebih layak dibandingkan para pegawai di perkotaan. dan yang jelas, Damai sekali di kampung kincang ini.

Kata Bapak Hamdan, saat ini harga melati sedang bagus karena tidak sedang musim. Bisa mencapai harga Rp 18.000,00 per kilo basah. Dan bila dikurangi ongkos pemetik, petani seperti Bapak Hamdan masih bisa beroleh Rp. 13.000,00 per kilo basah. Bapak bilang, setiap hari, mereka bisa mengumpulkan 15-20 kg melati gambir.

Pemetikan melati gambir ternyata dibatasi oleh waktu, jam 1 siang, sudah harus terkumpul, dan bila tidak akan ditinggal oleh pengepul. Mereka memulai memetik pagi hari jam 6, dan ada 2 tugas, pemetik dan pemangkas batang. Pemetik bertugas mengambil kuncup melati, yang mekar tidak bisa diambil. Sementara pemangkas, harus dilakukan setiap hari untuk menumbuhkan semian baru yang nantinya akan tumbuh bunga baru. Bila tidak, maka melati tidak akan berbunga dan akan mati. Dan menurut ibu, bunga ini, tidak bisa tumbuh disembarang tanah dan tempat. Bisa tumbuh tapi tidak berbunga denga optimal. bahasa ilmiahnya..Untuk budidaya melati secara komersial diperlukan tanah yang remah, porus, berpasir dan juga kaya bahan organik yang telah terdekomposisi (Pizzetti dan Coaker, 1968). Jadi yang suka melati...siap2lah untuk menjadi tanah yang bisa membuatnya berkembang, tidak hanya tumbuh saja..

Obrolan ngalor ngidul yang banyak ilmu, hujan diluar masih deras dan tambah deras. Akhirnya kami memutuskan pamit. Hujan yang deras sepanjang jalan, tidak mengurangi harumnya melati dan pemandangan indah dari mulai rakit, karang cengis, Kemangkon, Jetis, Toyareka hingga Blater. Jalur alternatif dengan banyak keindahan khas pedesaan. Perjalanan indah yang mungkin juga kadang sulit ditemukan di daerah seperti Purwokerto, walaupun bersebelahan.

0 komentar: